Sebagian orang
beranggapan bahwa menamam atau menghijaukan bumi adalah perbuatan biasa yang
tidak ada nilai pahalanya di sisi Allah swt. Buktinya masih banyak orang yang enggan dan malas untuk menanam. Padahal
dalam sebuah hadis yang shahih Rasulullah saw bersabda, “Jika seorang
manusia meninggal dunia, maka terputuslah seluruh amalannya, kecuali dari tiga
perkara: sedekah jariyah (yang mengalir pahalanya), ilmu yang dimanfaatkan, dan
anak shaleh yang mendo’akan kebaikan baginya”. (Hr. Muslim).
Lihatlah bahwa satu di antara tiga perkara yang tak akan terputus pahalanya
bagi seorang manusia walaupun ia telah meninggal dunia adalah sedekah jariyah.
Para ulama mengatakan bahwa sedekah jariyah mempunyai banyak macam dan
jalannya. Seperti membuat sumur umum, membangun masjid, membuat jalan atau
jembatan, menanam tumbuhan baik berupa pohon, biji-bijian atau tanaman pangan,
dan lainnya. Jadi, menghijaukan lingkungan dengan tanaman yang kita tanam
merupakan sedekah dan amal jariyah bagi kita –walau telah meninggal- selama
tanaman itu tumbuh atau berketurunan.
Seorang muslim yang menanam tanaman tidak akan pernah rugi di sisi Allah
swt, sebab tanaman tersebut akan dirasakan manfaatnya oleh manusia dan hewan,
bahkan bumi yang kita tempati. Tanaman yang pernah kita tanam lalu diambil oleh
siapa saja, baik dengan jalan yang halal, maupun jalan haram, maka kita sebagai
penanam tetap mendapatkan pahala, sebab tanaman yang diambil tersebut berubah
menjadi sedekah bagi kita. al-Imam Abu Zakariyya Yahya Ibn Syarof an-Nawawiy
menjelaskan faedah-faedah dari hadis-hadis mengenai keutamaan menanam pohon
ini, “Di dalam hadis-hadis ini terdapat keutamaan menanam pohon dan tanaman,
bahwa pahala pelakunya akan terus berjalan (mengalir) selama pohon dan tanaman
itu ada serta sesuatu (bibit) yang lahir darinya sampai hari kiamat.
Para ulama silang pendapat tentang pekerjaan yang paling baik dan paling
afdhol. Ada yang berpendapat bahwa yang terbaik adalah perniagaan. Ada yang
menyatakan bahwa yang terbaik adalah kerajinan tangan. Ada juga yang menyatakan
bahwa yang terbaik adalah bercocok tanam. Inilah pendapat yang benar. Aku telah
memaparkan penjelasannya di akhir bab al-Ath’imah dari kitab Syarh
Al-Muhadzdzab. Di dalam hadis-hadis ini terdapat keterangan bahwa pahala dan
ganjaran di akhirat hanyalah khusus bagi kaum muslimin, dan bahwa seorang
manusia akan diberi pahala atas sesuatu yang dicuri dari hartanya, atau dirusak
oleh hewan, atau burung atau sejenisnya.”
Pahala sedekah yang dijanjikan oleh Nabi saw dalam hadis-hadis ini akan
diraih oleh orang yang menanam, walapun ia tidak meniatkan tanamannya yang
diambil atau dirusak orang dan hewan sebagai sedekah. al-Hafidz Abdur Rahman
Ibnu Rajab al-Baghdadiy berkata, “Lahiriah hadis-hadis ini seluruhnya
menunjukkan bahwa perkara-perkara ini merupakan sedekah yang akan diberi
ganjaran pahala bagi orang yang menanamnya, tanpa perlu maksud dan niat”.
Rasanya setelah mengetahui hadis-hadis ini tidak ada alasan bagi kita untuk
tidak gemar menanam. Tanamilah tanah-tanah kosong, di halaman rumah Anda, kebun
atau di mana saja yang masih bisa ditanami, semata karena Allah.
Menamam adalah perbuatan yang mulia. Jika melihat keadaan bumi yang kita
tempati yang dari hari kehari semakin parah kerusakan lingkungannya, hutannya
gundul, mata airnya mengering dan tercemar, udaranya berpolusi maka mau tidak
mau kita harus segera melakukan penghijauan bumi, atau reboisasi dengan jalan
menanam. Utamanya pepohonan.
Gerakan menanam pohon ini harus menjadi perhatian serius dari kaum muslimin
sebab betapa Rasulullah saw telah memerintahkan untuk terus menjaga dan
melestarikan bumi dengan menamam pohon.
Begitu banyak manfaat pohon bagi kelangsungan dan kualitas hidup manusia,
apakah akan diabaikan begitu saja? Yang harus dilakukan sekarang ini adalah
bersama berupaya “menghutankan kembali hutan” serta menghijaukan kembali kota.
Masalah penghijauan bukan menjadi urusan pemerintah semata. Masyarakat pun
harus terlibat aktif. Jangan hanya bisa mengeluh bila kotanya menjadi gersang
dan panas. Di sisi lain pemerintah harus tegas dalam memberikan sanksi kepada
perusak lingkungan. Pemerintah harus berani menegur para pengembang yang tidak
menyediakan sarana ruang terbuka hijau. Bukankah telah ada peraturan mengenai
hal ini? Di beberapa kota dan kabupaten, ada ketentuan bahwa daerah pemukiman
harus menyediakan sedikitnya 20% dari lahannya untuk menjadi ruang terbuka
hijau. Namun apakah peraturan tersebut telah berjalan efektif?
Untuk itu, agar peraturan tersebut dapat terlaksana, pemerintah harus
menjadikan dirinya sebagai lembaga yang disegani. Pemerintah jangan
memanfaatkan kekuasaannya untuk mengeruk keuntungan pribadi dengan “menjual”
lahan terbuka hijau kepada investor. Selain itu, pemerintah harus berdiri di
depan (menjadi teladan) dalam menjaga kelestarian hutan serta pengadaan ruang
terbuka hijau. Jangan berhenti pada konsep dan slogan saja. Semoga bumi kita
kembali hijau atau ijo royo-royo.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar